Kategori: Artikel
Pembelajaran IPA pada Kurikulum 2013
IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu: (1) sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkanmelalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended; (2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; (3) produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; dan (4) aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Empat unsur utama IPA ini seharusnya muncul dalam pembelajaran IPA.
Pembelajaran IPA sebaiknya menggunakan metode discovery, metode pembelajaran yang menekankan pola dasar: melakukan pengamatan, menginferensi, dan mengomunikasikan/menyajikan. Pola dasar ini dapat dirinci dengan melakukan pengamatan lanjutan (mengumpulkan data), menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Di dalam pembelajaran IPA, peserta didik didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama di dalam pikirannya, dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Pandangan dasar tentang pembelajaran adalah bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke peserta didik. Peserta didik harus didorong untuk mengonstruksi pengetahuan di dalam pikirannya. Agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan bersusah payah dengan ide-idenya.
Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar peserta didik menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi peserta didik anak tangga yang membawa mereka ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan peserta didik sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut. Bagi peserta didik, pembelajaran harus bergeser dari “diberi tahu” menjadi “aktif mencari tahu”. Peserta didik harus didorong sebagai “penemu dan pemilik” ilmu, bukan sekedar pengguna atau penghafal pengetahuan. Di dalam pembelajaran IPA, peserta didik membangun pengetahuan bagi dirinya. Bagi peserta didik, pengetahuan yang ada di benaknya bersifat dinamis, berkembang dari sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkupdirinya dan di sekitarnya menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit menuju abstrak. Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik telah, sedang, dan akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual, yakni sensori motor, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional formal. Untuk peserta didik SMP, umumnya berada pada fase peralihan dari operasional konkrit menuju operasional formal. Ini berarti, peserta didik SMP telah dapat diajak berpikir secara abstrak, misalnya melakukan analisis, inferensi, menyimpulkan, menggunakan penalaran deduktif dan induktif, dan lain-lain, namun seharusnya berangkat/dimulai dari situasi yang nyata dulu. Oleh karena itu, kegiatan pengamatan dan percobaan memegang peran penting dalam pembelajaran IPA, agar pembelajaran IPA tidak sekedar pembelajaran hafalan.
Fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerja sama antarindividu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Jadi, pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya.
Peran guru dalam pembelajaran adalah memberikan tugas menantang berupa permasalahan yang harus dipecahkan peserta didik. Pada saat tugas itu diberikan, peserta didik belum menguasai cara pemecahannya, namun dengan berdiskusi dengan temannya dan bantuan guru, tugas tersebut dapat diselesaikan. Dengan menyelesaikan tugas tersebut, kemampuan-kemampuan dasar untuk menyelesaikan tugas itu akan dikuasai peserta didik. Guru IPA harus memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berdiskusi dan berbagai bentuk kerja sama lainnya untuk menyelesaikan tugas itu. Selain itu, guru memberikan sejumlah besar bantuan kepada peserta didik selama tahap-tahap awal pembelajaran. Selanjutnya peserta didik mengambil alih tanggung-jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan yang diberikan guru tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, atau apapun yang lain yang memungkinkan peserta didik tumbuh mandiri. Sekali lagi, bantuan tersebut tidak bersifat “memberitahu secara langsung” tetapi “mendorong peserta didik untuk mencari tahu”. Di dalam pembelajaran IPA, peserta didik didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif dengan keterampilan-keterampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip. Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Dengan kata lain, pembelajaran terjadi apabila peserta didik terlibat secara aktif dalam menggunakan proses mentalnya agar mereka memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan mereka untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip tersebut. Proses-proses mental itu misalnya mengamati, menanya dan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen,
melaksanakan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, serta menyajikan hasil kerjanya. Guru IPA harus mampu memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif atau kolaboratif sehingga peserta didik mampu bekerjasama untuk menyelesaikan suatu tugas atau memecahkan masalah tanpa takut salah.
Media dan sumber belajar lainnya digunakan guru untuk memberi bantuan peserta didik melakukan eksplorasi dalam bentuk mengamati (observing), menghubung-hubungkan fenomena (associating), menanya atau merumuskan masalah (questioning), dan melakukan percobaan (experimenting) atau pengamatan lanjutan. Guru IPA seharusnya mampu membantu peserta didik untuk menyiapkan penyajian pengetahuan dengan bantuan TIK. Pembelajaran IPA untuk tiap materi pokok tertentu seharusnya diakhiri dengan tugas proyek. Guru IPA seharusnya mendorong, membesarkan hati, memberi bantuan secukupnya, dan memfasilitasi peserta didik untuk mampu melakukan tugas proyeknya, serta membuat laporan secara tertulis. Selanjutnya, guru memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok dalam bentuk presentasi lisan atau tertulis, pameran, turnamen, festival, atau ragam penyajian lainnya yang dapat menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
Perlu diketahui, bahwa KD IPA diorganisasikan ke dalam empat Kompetensi Inti (KI). Kompetensi Inti (KI) 1 berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kompetensi Inti (KI) 2 berkaitan dengan karakter diri dan sikap sosial. Kompetensi Inti (KI) 3 berisi KD tentang pengetahuan terhadap materi ajar, sedangkan Kompetensi Inti (KI) 4 berisi KD tentang penyajian pengetahuan. Kompetensi Inti (KI) 1, Kompetensi Inti (KI) 2, dan Kompetensi Inti (KI) 4 harus dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran setiap materi pokok yang tercantum dalam Kompetensi Inti (KI) 3. Kompetensi Inti (KI) 1 dan Kompetensi Inti (KI) 2 tidak diajarkan langsung (direct teaching), tetapi indirect teaching pada setiap kegiatan pembelajaran. Keterpaduan IPA SMP/MTs dalam pembelajaran diwujudkan dengan berbagai cara:
1. Kompetensi Dasar (KD) IPA telah mengarah pada pemaduan. Guru dapat mengimplementasikan pemaduan lebih lanjut di kelas.
2. Di dalam Buku pegangan bagi peserta didik, pemaduan IPA dilakukan dengan merumuskan tema-tema besar yang menjadi tempat pemaduan topik/subtopik IPA. Tema-tema tersebut adalah: materi, sistem, perubahan, dan interaksi.
3. Pemaduan antar konsep dalam tema besar dilakukan secara connected, yakni suatu konsep atau prinsip yang dibahas selanjutnya “menggandeng” prinsip, konsep, atau contoh dalam bidang lain. Misalnya, saat mempelajari suhu, suhu tidak hanya berkaitan dengan benda-benda fisik, namun dikaitkan dengan perilaku hewan terkait suhu.
Terakhir, seorang guru IPA yang baik adalah:
1. Menguasai bahan, terutama konsep-konsep yang akan diajarkan. Dalam hal ini guru harus dapat mengembangkan diri dan mengikuti perkembangan IPA yang terjadi.
2. Bersikap kreatif dan aktif. Guru diharapkan selalu mengembangkan kreativitas secara aktif dalam pelaksanaan pembelajaran, sehingga situasi belajar tidak membosankan dan monoton.
3. Rajin belajar dan dapat membangkitkan semangat belajar peserta didik.
Referensi : Berbagai sumber.
Maria, Sang Kepala sekolah wanita pertama di daerah 3T…
Ditulis oleh : Adrianus Marsel dari Lifestyle. Kompasiana.com seijin penulis ditampilkan disini.
Dalam kesunyian malam terdengar suara tangisan anak bayi di sebuah gubuk kecil di desa merakai kabupaten sintang. Masyarakat desa merakai, tumpah ruah mencari sumber suara bayi tersebut. Tak begitu lama mereka mencari suara tersebut, sebab suara tangisan bayi itu pecah membelah kesunyian malam. Dengan jelas terpampang membahana seorang gadis kecil yang diberi nama Maria Victoria. (*sambil jingkrak-jingkrak, menari tu bayi..wkwkwk)
Dengan kesabaran dan ketekunan kedua orang tuanya, Maria Victoria yang akrab disapa Maria tumbuh seperti sedia kala sehingga dia dapat bersekolah di SD Negeri Merakai. Semenjak bersekolah di SD merakai, Maria tidak pernah mendapatkan prestasi yang gemilang, walaupun begitu dia selalu tekun dan berusaha keras untuk meraih impian-impiannya yang tumbuh ketika menyaksikan langsung betapa menderitanya hidup dalam kesusahan.
Lanjutkan membaca “Maria, Sang Kepala sekolah wanita pertama di daerah 3T…”
JENIS-JENIS PENELITIAN
(Dimodifikasi dari tugas Mata Kuliah : Metode Penelitian Pendidikan )
1. Penelitian Dasar dan Terapan
Penelitian Dasar (Basic Research). Penelitian dasar atau penelitian murni adalah pencarian terhadap sesuatu karena ada perhatian atau keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas. Penelitian dasar dikerjakan tanpa memikirkan kepraktisan atau titik terapan. Hasil dari penelitian dasar adalah pengetahuan umum dan pengertian-pengertian atau hubungan-hubungan. Pengetahuan umum ini untuk memecahkan masalah-masalah praktis, jadi tidak memberikan jawaban yang menyeluruh untuk tiap masalah tersebut.
APLIKASI TEORI VYGOTSKY PADA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA
- A. Pendahuluan
Lev Vygotsky adalah tokoh pendidikan yang melihat bagaimana pembelajaran itu terjadi dipandang dari sisi sosial. Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam suatu situasi sosial yang hampa. Lev Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak ini lebih dari setengah abad yang lalu. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar ketika memasuki akhir abad ke-20.
Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Soviet selama 1920-an dan 1930-an. Namun, karyanya baru dipublikasikan di dunia Barat pada tahun 1960-an. Sejak saat itulah, tulisan-tulisannya menjadi sangat berpengaruh. Vygotsky adalah pengagum Piaget. Walaupun setuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran realitas batinnya sendiri.
- B. Teori Belajar Vygotsky
Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut. Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai ”alat kebudayaan” tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya.
Lanjutkan membaca “APLIKASI TEORI VYGOTSKY PADA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA”
PENINGKATAN MUTU DAN PROFESIONALISME GURU MELALUI PROGRAM BERMUTU
- PENDAHULUAN
Dalam rangka mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sejak tahun 2008 Pemerintah telah melaksanakan Program Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading (BERMUTU) yang rencananya sampai tahun 2013. Program ini nyatanya hanya di 16 Provinsi dan tidak termasuk Kalimantan Barat. Program BERMUTU bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran sebagai dampak peningkatan kompetensi, kualifikasi, dan kinerja guru. Salah satu komponen strategis Program BERMUTU untuk mencapai tujuan tersebut adalah penguatan peningkatan mutu dan profesional guru secara berkelanjutan.
Besarnya jumlah guru yang belum memenuhi kualifikasi minimal S1/D4 menjadi dasar pemikiran untuk memberdayakan Kelompok Kerja Guru (KKG) yang mewadahi guru SD, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang mewadahi guru bidang studi di SMP, Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS), Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS). Dalam Program BERMUTU, peningkatan kompetensi guru akan ditingkatkan dengan memberdayakan KKG dan MGMP sehingga mampu menyelenggarakan berbagai kegiatan pengembangan profesional guru termasuk pendidikan dan pelatihan yang terakreditasi bagi guru yang belum memiliki Ijazah S1/D4 dan juga bagi kepala sekolah dan pengawas sekolah.
- PROGRAM BERMUTU
Model Belajar BERMUTU merupakan suatu model belajar bagi guru dalam meningkatkan kompetensi profesionalnya secara kolaboratif melalui kajian pembelajaran yang komprehensif dan berkelanjutan menuju terciptanya komunitas belajar.
Model Belajar BERMUTU pada dasarnya merupakan model penerapan penelitian tindakan kelas oleh guru yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah atau perbaikan pembelajaran. Model pembelajaran ini dimulai dari kajian pembelajaran, identifikasi masalah, penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan tindakan dan observasi, pengumpulan dan analisis data, refleksi dan tindak lanjut, serta pelaporannya. Untuk memperkaya khasanah penelitian tindakan kelas, pendekatan kerja kolaboratif guru dalam berbagai tahap perencanaan, pembaharuan/perbaikan pembelajaran, dan refleksi dalam model Lesson Study diintegrasikan ke dalam Model Belajar BERMUTU. Selain itu, digunakan juga teknik studi kasus sebagai alat untuk mengumpulkan data dalam observasi dan refleksi.
Model Belajar BERMUTU menekankan pada kajian pembelajaran sebagai langkah awal untuk membuka cakrawala guru tentang proses pembelajaran dari tiga aspek, yaitu aspek kurikulum, aspek bidang studi, dan aspek praktik pembelajaran. Melalui kajian pembelajaran, di mana guru melakukan observasi dan menganalis proses pembelajaran yang berlangsung secara cermat, guru diharapkan dapat mengidentifikasi beragam masalah dalam proses pembelajaran, terutama dari sisi kurikulum, bidang studi, dan praktik pembelajaran.
Model Belajar BERMUTU ditujukan untuk dapat meningkatkan keterampilan guru, kepala sekolah dan pengawas dalam hal berikut ini. Lanjutkan membaca “PENINGKATAN MUTU DAN PROFESIONALISME GURU MELALUI PROGRAM BERMUTU”
PENILAIAN KINERJA GURU (PK GURU)
A. Pengertian PK GURU
Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, PK GURU adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya. Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuan seorang guru dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Penguasaan kompetensi dan penerapan pengetahuan serta keterampilan guru, sangat menentukan tercapainya kualitas proses pembelajaran atau pembimbingan peserta didik, dan pelaksanaan tugas tambahan yang relevan bagi sekolah/madrasah, khususnya bagi guru dengan tugas tambahan tersebut. Sistem PK GURU adalah sistem penilaian yang dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang ditunjukkan dalam unjuk kerjanya.
MIMPI SEORANG KEPALA SEKOLAH
CATATAN PERJALANAN
KARYA : SUASANA SRINI *)
”Dulu guru pagi-pagi datang hanya untuk menggugurkan kewajiban. Sesampai di sekolah menyuruh murid untuk membuka buku paket halaman sekian lalu kerjakan,” kata Pak Teguh Karyadi seorang Kepala Sekolah SDN 20 di pelosok nun jauh di Pedalaman Batang Tarang Kabupaten Sanggau, Kalbar.
”Apa maksudnya menggugurkan tugas Pak?”
”Ya itu semacam menjalankan rutinitas. Kan haknya sudah diterima, tinggal menggugurkan kewajibannya. Tapi itu dulu, sekarang ini setelah kami sedikit banyak mempelajari MBS-PAKEM tidak begitu. Setidaknya pagi-pagi kami berangkat dengan hati karena ada sebuah visi.”
Sejak reformasi bergulir pada tahun 1998 banyak pihak yang mengkritisi mutu pendidikan kita. Bahkan tak jarang yang menuding bahwa masih rendahnya kualitas pendidikan menjadi salah satu biang keladi terjadinya krisis multidimensi. Lalu gema ’pembaharuan kembali’ pendidikan bertiup dari berbagai penjuru. Masyarakat peduli pendidikan dan para praktisi menawarkan serta mengujicobakan berbagai bentuk pendekatan. Bahkan ada beberapa yang telah memulai jauh sebelumnya. Pemerintah dengan UU Sisdiknas pada tahun 2003 membuka keran pembaharuan itu. Ada yang memilih untuk terlibat dalam gerakan itu, tetapi banyak juga yang masih ingin berada pada zona nyaman status quo. Terlibat dalam sebuah gerakan pembaharuan memang akan menjadi semakin repot, tetapi kalau dilakukan dengan hati akan terasa lain. Begitu sebaliknya, bila bergeming saja dari gegap gempita itu tentu tidak perlu sibuk, tetapi sesungguhnya akan menjadi batu sandungan bagi yang lain. Lanjutkan membaca “MIMPI SEORANG KEPALA SEKOLAH”
INDIKATOR SEKOLAH EFEKTIF
Masing-masing ciri/karakteristik Sekolah Efektif dapat dijabarkan menjadi beberapa indikator. Adapun Indikator yang dapat dirumuskan, yang kemudian disebut sebagai indikator-indikator Sekolah Efektif adalah sebagai berikut:
KARAKTERISTIK 1: VISI DAN MISI YANG JELAS.
1. Sekolah mempunyai visi, misi yang dirumuskan secara jelas.
2. Visi, misi dirumuskan bersama dengan stakeholders sekolah.
3. Visi, misi dijadikan acuan oleh warga sekolah.
4. Visi, misi dijabarkan menjadi tujuan/sasaran, program dan kebijakan sekolah.
5. Lingkungan sekolah dan operasional sekolah mencerminkan kebijakan dan tujuan/sasaran sekolah.
KARAKTERISTIK 2: KEPALA SEKOLAH YANG PROFESIONAL.
1. Rincian kualifikasi dan pengalaman kepala sekolah terpajang.
2. Kepala sekolah mampu mengkomunikasikan visi dan misi sekolah kepada warga sekolah
3. Kepala Sekolah menjalankan sekolah menuju pada pencapaian visi dan misi.
4. Sekolah mempunyai rencana pengembangan sekolah yang dilaksanakan dan direview dan dimonitor secara teratur.
5. Kepala sekolah mampu mendiskusikan isu-isu rencana pengembangan sekolah dengan warga sekolah secara terbuka dan konstruktif.
6. Kepala sekolah dihargai oleh warga sekolah termasuk orang tua, staf guru dan siswa.
7. Kepala sekolah selalu menyediakan waktu untuk berbicara atau berdiskusi dengan orang tua.
8. Kepala sekolah mampu mendemonstrasikan pengetahuan ttg sekolah dan siswanya.
9. Kepala sekolah mampu memberikan supervisi yang mengarah pada peningkatan pembelajaran.
10. Kepala sekolah menerima orang tua untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah dan pembelajaran siswa.
11. Kepala sekolah menjunjung tinggi moral warga termasuk moral staf guru.
Bersambung…..
KONSEP KEWIRAUSAHAAN BAGI KEPALA SEKOLAH
Kewirausahaan dalam bidang pendidikan yang diambil adalah karakteristiknya (sifatnya) seperti inovatif, bekerja keras, motivasi yang kuat, pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik, dan memiliki naluri kewirausahaan; bukan mengkomersilkan sekolah/madrasah. Semua karakteristik tersebut bermanfaat bagi Kepala sekolah/madrasah dalam mengembangkan sekolah/madrasah, mencapai keberhasilan sekolah/madrasah, melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai pemimpin, menghadapi kendala sekolah/madrasah, dan mengelola kegiatan sekolah/madrasah sebagai sumber belajar siswa.
Lanjutkan membaca “KONSEP KEWIRAUSAHAAN BAGI KEPALA SEKOLAH”